Apakah Anak Kecil Lebih Mudah Menyerap Bahasa Baru Dibandingkan Orang Dewasa?

Banyak orang percaya bahwa anak kecil jauh lebih cepat menyerap bahasa baru dibandingkan orang dewasa. Pandangan ini sering menjadi alasan mengapa banyak orang tua ingin anaknya belajar bahasa asing sejak dini, terutama bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (English as a Second Language/ESL). 

Namun, seberapa benar anggapan tersebut jika dilihat dari sisi ilmiah? Artikel ini akan membahas teori pemerolehan bahasa, critical period hypothesis, serta kelebihan dan tantangan yang dimiliki anak dan orang dewasa dalam belajar bahasa.

Mitos atau Fakta: Anak Kecil Lebih Cepat Menyerap Bahasa?

Secara umum, masyarakat percaya bahwa anak-anak lebih cepat belajar bahasa karena mereka “masih kecil” dan “otaknya seperti spons.” Keyakinan ini bukan sekadar mitos. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak, terutama di bawah usia 7 tahun, memiliki kepekaan alami terhadap pola bunyi dan struktur bahasa.

Riset Tell Journal (2018) oleh Hadna Suryantari menemukan bahwa anak di bawah usia 7 tahun memiliki daya ingat yang kuat, keterampilan motorik yang fleksibel, dan kemampuan induktif yang tinggi. Mereka mampu menangkap pola bahasa secara alami tanpa harus dijelaskan secara formal.

Selain itu, studi Sarah Berger & Laura J. Batterink (2024) juga menunjukkan bahwa anak usia 8–10 tahun dapat mengekstraksi aturan linguistik tersembunyi lebih cepat dibanding orang dewasa. Mereka mampu menggeneralisasi aturan ke kata baru tanpa makna dengan efisien. Namun, menariknya, retensi jangka panjangnya ternyata sama antara anak dan dewasa. Hal ini membuka ruang bahwa usia bukan satu-satunya faktor keberhasilan.

Baca Juga Selengkapnya: 5 Strategi Jitu Belajar Bahasa Inggris Tanpa Takut Salah Aksen

Teori Critical Period dalam Pemerolehan Bahasa

Penjelasan ilmiah dari fenomena ini dapat ditemukan dalam Critical Period Hypothesis (CPH) yang dikemukakan Eric Lenneberg (1967). Teori ini menyebutkan adanya periode kritis di masa kanak-kanak ketika otak sangat plastis, sehingga bahasa dapat diperoleh secara alami dan cepat.

Dalam pemerolehan bahasa pertama, anak-anak yang mendapat paparan bahasa sejak lahir hampir selalu mencapai kefasihan yang sempurna. Dalam bahasa kedua, mereka yang belajar sebelum masa pubertas cenderung lebih mudah meniru aksen penutur asli dan memahami struktur bahasa tanpa kesulitan signifikan. Setelah periode ini, mekanisme otak berubah, pembelajaran bahasa bergeser dari proses alami ke proses sadar yang lebih analitis.

Anak-anak dan English as a Second Language (ESL)

Belajar bahasa kedua bagi anak-anak sering berlangsung secara tidak sadar. Mereka belajar lewat bermain, mendengarkan percakapan, atau interaksi sehari-hari. Hasilnya, anak-anak lebih cepat menguasai pelafalan, aksen, dan kosakata dasar dibanding orang dewasa.

Studi Cambridge dan MIT tentang bilingualism menunjukkan bahwa pembelajaran bilingual sejak dini memberikan dampak positif pada perkembangan kognitif, sosial, dan linguistik anak. Anak-anak yang bilingual memiliki keunggulan dalam berpikir kritis, daya ingat, dan pemahaman budaya dibandingkan dengan anak monolingual. Namun, tantangan seperti code-mixing dan keterlambatan kosa kata sementara mungkin terjadi jika pembelajaran tidak didukung dengan baik oleh lingkungan sekitar.

Selain itu, ditemukan juga bahwa anak bilingual memiliki kemampuan fleksibilitas mental yang lebih baik. Mereka bisa berpindah antar bahasa dengan lancar, yang melatih multitasking alami dan memperkuat kemampuan pemrosesan bahasa. Hal ini membantu anak untuk lebih mudah memahami konsep yang diekspresikan dalam berbagai cara dan meningkatkan sikap toleransi serta empati terhadap perbedaan budaya.

Inilah sebabnya banyak orang tua memilih memperkenalkan bahasa asing sejak dini (belajar bahasa asing sejak kecil) agar kelak anak lebih siap berkompetisi secara global, misalnya saat ingin melanjutkan studi ke luar negeri dan mengejar nilai IELTS untuk bekerja di luar negeri.

Baca Juga Selengkapnya: 5 Alasan Kenapa Grammar Bahasa Inggris Susah Dipahami (Nomor 2 Paling Sering Dialami) 

Orang Dewasa dan Belajar Bahasa Kedua

Meski tidak berada dalam periode kritis, orang dewasa bukan berarti kalah. Tantangan mereka biasanya terletak pada pelafalan, aksen, dan interferensi dari bahasa pertama. Namun, keunggulan orang dewasa terletak pada strategi belajar, kesadaran linguistik, dan motivasi akademik.

Menurut Dr. Eleonore Smalle (UNRIC, 2022), anak-anak mengandalkan implicit memory untuk menyerap bahasa lewat mendengar dan meniru. Sebaliknya, orang dewasa mengandalkan explicit memory, mereka menganalisis aturan bahasa dan menerjemahkan dari bahasa ibu. 

Pendekatan eksplisit memungkinkan orang dewasa menguasai grammar dan struktur bahasa dengan cepat, terutama ketika punya tujuan jelas seperti studi atau karir. Banyak mahasiswa atau orang dewasa berhasil mencapai skor IELTS tinggi karena belajar secara terarah, memanfaatkan materi formal, dan konsisten berlatih.

Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Belajar Bahasa

Keberhasilan belajar bahasa bukan hanya soal usia. Beberapa faktor penting antara lain:

  1. Usia: Anak unggul dalam fonologi dan aksen sedangkan orang dewasa unggul dalam strategi belajar.
  2. Paparan bahasa: Semakin sering mendengar dan menggunakan bahasa, semakin cepat prosesnya.
  3. Lingkungan: Belajar dalam lingkungan alami (misalnya negara penutur asli) lebih efektif daripada kelas formal saja.
  4. Motivasi dan tujuan: Orang dewasa dengan target yang jelas seperti meraih nilai IELTS untuk kuliah di luar negeri cenderung menunjukkan kemajuan pesat.

Baca Juga Selengkapnya: 5 Metode Menyenangkan Belajar Bahasa Inggris

Anak kecil memang memiliki keunggulan alami dalam menyerap bahasa baru, terutama dari segi pelafalan dan kecepatan belajar awal. Namun, orang dewasa tetap dapat berhasil dengan pendekatan yang tepat. Konsistensi, motivasi, dan paparan bahasa yang cukup menjadi kunci utama keberhasilan, bukan sekadar faktor usia.

Jadi, baik anak maupun orang dewasa sama-sama memiliki peluang besar untuk menguasai bahasa asing. Bedanya hanya terletak pada cara dan prosesnya. Anak-anak unggul lewat pembelajaran alami, sementara orang dewasa bisa memaksimalkan strategi dan kesadaran linguistik mereka.

Sekarang, giliran kamu! Menurutmu, lebih mudah belajar bahasa saat masih kecil atau justru ketika sudah dewasa dengan metode terstruktur? Yuk, bagikan pendapat dan pengalamanmu di kolom komentar, siapa tahu ceritamu bisa menjadi motivasi untuk yang lain!